Bisacerita.com Bisatulis.com Sejarah Indonesia Melawan Penjajah

Transformasi Menuju Smart City, Siapakah yang akan Menikmati?

Daftar Isi

  


Bisabaca.id - Di era digital saat ini, berbagai wilayah di Indonesia berlomba-lomba untuk menerapkan konsep Kota Pintar (Smart City). Kota Pintar adalah wilayah urban yang mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam tata kelola sehari-hari, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, memperbaiki pelayanan publik, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Di Indonesia, beberapa kota besar telah mulai mengadopsi konsep ini. Jakarta, misalnya, telah meluncurkan program Jakarta Smart City sejak 2014. Begitu pula dengan Surabaya yang terus berinovasi menuju smart city, seperti dengan penerapan sistem tilang online bagi pengendara yang melanggar aturan lalu lintas.

Gerakan Menuju 100 Smart City merupakan kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, Bappenas, dan Kantor Staf Kepresidenan. Program ini bertujuan untuk membimbing kabupaten/kota dalam menyusun Masterplan Smart City, sehingga teknologi dapat dimanfaatkan secara optimal dalam meningkatkan pelayanan publik serta mengembangkan potensi lokal.

Sebuah kota bisa disebut Smart City jika memiliki infrastruktur dasar yang memadai, sistem transportasi yang efisien, dan terintegrasi guna meningkatkan mobilitas warga. Konsep ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan rumah dan bangunan yang hemat energi serta ramah lingkungan, yang memanfaatkan sumber energi terbarukan.

Menurut pakar Smart City, Winarno, konsep kota pintar juga berorientasi pada kelestarian lingkungan melalui pengelolaan limbah dan air yang lebih canggih. Selain itu, tujuan dari kota pintar adalah untuk menarik lebih banyak wisatawan, menarik investor, dan mengundang penghuni baru seperti profesional, akademisi, dan pengusaha untuk tinggal di sana. Kota pintar diharapkan memiliki daya tarik yang tinggi.

Bengkulu termasuk salah satu kota yang diusulkan menjadi smart city. Konsep Bengkulu Smart City mencakup enam dimensi utama yaitu pemerintahan cerdas, branding cerdas, ekonomi cerdas, kehidupan cerdas, masyarakat cerdas, dan lingkungan cerdas. Dengan melibatkan berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun sektor swasta, Kota Bengkulu berharap memanfaatkan teknologi untuk menghadapi berbagai tantangan perkotaan dan meningkatkan kualitas hidup warganya.

Siapa yang tidak ingin tinggal di kota pintar? Kota ini dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kenyamanan hidup, serta pelayanan publik, sambil menjaga lingkungan sosial seperti keamanan dan kebersihan. Konsep kota pintar juga membawa tuntutan untuk menciptakan Kota Aman (Safe City), sebuah kondisi perkotaan yang tertata, aman, dan mampu menghadapi tantangan akibat pertumbuhan populasi. Apalagi, Bengkulu merupakan kota yang masih menghadapi masalah kemiskinan. Oleh karena itu, konsep smart city menjadi harapan bagi rakyat Bengkulu untuk mencapai kesejahteraan yang lebih baik. Namun, apakah semua warga kota akan benar-benar menikmati kenyamanan ini?

Tak bisa dipungkiri, konsep smart city memerlukan biaya tinggi. Pemerintah melibatkan swasta, baik investor asing maupun dalam negeri, tidak hanya dalam hal pembiayaan, tetapi juga dalam hal teknologi, desain, dan model bisnis. Dalam sistem kapitalisme, hal ini wajar terjadi, di mana pemerintah bertindak sebagai regulator, bukan operator. Konsep smart city berbasis investasi cenderung mengutamakan keuntungan bagi pemodal, sementara masyarakat hanya mendapatkan sedikit manfaat. Ini adalah ciri khas sistem kapitalisme, di mana segalanya diukur berdasarkan keuntungan bagi segelintir orang.

Kenyataannya, konsep smart city berbasis investasi tidak serta merta meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). Dari sisi SDM, investasi tidak dapat sepenuhnya menyelesaikan masalah kemiskinan. Faktanya, Bengkulu masih termasuk dalam 10 provinsi termiskin di Indonesia.

Selain itu, dari sisi SDA, kehadiran investasi dari perusahaan besar justru dapat merusak lingkungan dan keanekaragaman hayati. Contohnya, investasi dari China yang mendominasi sektor pertambangan dan kelistrikan di Bengkulu, telah menyebabkan kerusakan lingkungan di Pantai Teluk Sepang dan banjir besar beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan sistem Islam dalam mengelola kota pintar. Islam menjadikan penduduknya cerdas sekaligus memajukan peradaban, yang merupakan esensi dari smart city. Kota pintar yang sesungguhnya akan terwujud dengan penerapan syariah. Syariah Islam memastikan bahwa pengaturan kota dan semua urusan di dalamnya adalah tanggung jawab penuh penguasa, yaitu imam/khalifah. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung. Maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah dan berlaku adil, baginya terdapat pahala, dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya." (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, dan Ahmad)

Dalam pengaturan kota dan pelayanan publik, khalifah tidak akan melibatkan pihak swasta, karena semua itu adalah milik umum. Khalifah bertanggung jawab atas pendanaan layanan publik, yang diambil dari kas baitul maal tanpa melibatkan hutang ribawi.

Dengan perencanaan kota yang mandiri dan bebas dari intervensi kapitalis, khalifah akan mewujudkan smart city yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Pada masa Kekhalifahan Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibu kota Andalusia yang dihiasi taman-taman hijau dan diterangi lampu-lampu di malam hari, sehingga pejalan kaki dapat menikmati cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus.

Lorong-lorongnya berlapiskan batu ubin, sampah disingkirkan dari jalan-jalan, kamar mandi berjumlah 900, dan rumah penduduk mencapai 283.000. Gedung-gedung berjumlah 80.000, serta terdapat 600 masjid dengan menara setinggi 40 hasta dan kubah yang ditopang oleh 1.093 tiang marmer.

Di Granada, Istana Al-Hambra berdiri sebagai lambang keajaiban yang menghadap ke kota dan hamparan ladang subur. Baghdad, dibangun dengan biaya 4.800.000 dirham dan melibatkan 100.000 pekerja, memiliki tiga lapis tembok, 6.000 bangunan di timur, 4.000 di barat, dan 11 sungai yang mengalir ke seluruh rumah. Di Sungai Dajlah sendiri terdapat 30.000 jembatan, dengan 60.000 tempat mandi dan 300.000 masjid.

Ini adalah bukti bahwa smart city telah terwujud pada masa kejayaan Islam. Semua ini menunjukkan bahwa Khilafah bukanlah negara yang menolak modernitas, melainkan akan menjadi negara millennial akhir zaman yang unggul dalam peradaban. Umat Islam pasti bangga memperjuangkan berdirinya.